Senin, 14 April 2014

Diam






Om Siwa Buddhaya Namah,

Sahabatku yang terkasih, didalam kehidupan ini selalu ada dualisme yang berbeda,ada gelap ada terang, ada siang ada malam, ada kalanya kita aktif bergerak, ada kalanya kita istirahat. Siang adalah waktunya kita beraktifitas, bekerja agar kita menjadi aktif, produktif dan sehat. Malam adalah waktunya kita beristirahat, agar kita dapat memulihkan kesegaran tubuh ini. Saat beristirahat tubuh ini menjadi rileks, dan saat rileks sel-sel tubuh ini diperbaiki secara alamiah sehingga menjadi sehat dan segar kembali. Apa yang terjadi pada tubuh ini, demikian juga halnya dengan alam semesta ini. Bumi tempat kita berpijak, sebagaimana diri kita, juga memerlukan saat-saat istirahat. Tanpa istirahat dia juga akan menjadi lelah dan tidak seimbang. Ketidak seimbangan alam ini, sebagaimana juga keadaannya diri kita, akan dapat menimbulkan gejolak dan bencana.
Tentunya kita semua tidak menginginkan hal ini terjadi, karena setiap gejolak yang tidak seimbang akan menimbulkan penderitaan bagi umat manusia. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki pikiran serta perasaan hendaknya peka terhadap kehendak alam. Alam sesungguhnya amat mengasihi manusia, menyediakan segala kebutuhan manusia agar kita dapat hidup dengan nyaman dimuka bumi ini. Tanah, air, udara, sinar matahari telah disediakan oleh alam untuk kenyamanan hidup kita. Kita wajib mensyukuri serta menghormati semua karunia ini dengan kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Sang Maha Pencipta.
Rasa hormat ini, kita wujudkan dengan tindakan yang berbudi pekerti luhur, dengan tidak mengeksploitasi alam, merusak alam guna memenuhi ambisi kita untuk dapat hidup bergelimangan harta, hidup mewah yang menurut kita adalah utama namun nista dihadapan-Nya. Sesungguhnya kehidupan yang sederhana, bagaikan seorang bayi yang munggil, merasa nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak setelah minum air susu ibunya, dia tidak banyak menuntut hal lainnya, karena dia masih lugu, masih alami. Sifat alami ini, karena mengalami kontak dengan dunia ini, lama kelamaan semakin memudar digantikan oleh nafsu keinginan.
Sahabatku, marilah kita mencoba untuk kembali pada kemurnian diri kita, mencoba masuk kedalam dengan mengetuk pintu hati ini. Tentunya hal ini amat sulit untuk dilakukan apabila kita masih terus bergerak mengejar keinginan-keinginan. Oleh karena itu cobalah untuk diam sejenak, biarkan keinginan-keinginan ini terus bergerak, karena bagaikan air sungai, dia akan terus bergerak secara alami dan akhirnya akan sampai ke muara, yaitu lautan luas, hingga kita tidak terbelenggu lagi, bebas lepas bagaikan burung yang terbang diudara. Pikiran ini akan menjadi ringan, nyaman, tanpa beban, rileks dan damai. Dalam damai kita akan dapat tersenyum bahagia, melihat keindahan dunia ini, burung-burung yang berkicau merdu, kupu-kupu dengan aneka warna yang indah, bunga-bunga dengan warna warni yang indah serta kumbang-kumbang yang menghisap sari madunya, angin yang berhembus menerpa pepohanan hingga dahan serta ranting-ranting kecil bergerak-gerak seakan-akan menari-nari menghibur kita bagaikan kelincahan para penari Bali mengikuti irama music tradisional yang mengiringinya.
Saat ini Hari Nyepi, penari-penari Bali nan lincah itu sedang beristirahat, tidak ada suara gambelan, tidak terdengar deru kendaraan serta tidak terlihat asap limbah dari mesin-masin yang mengotori udara. Saat ini suasana terasa hening, sepi dan damai, alam nampak bersahaja menikmati saat-saat beristirahat dan terasa bahagia menerima persembahan cinta, bakti serta penghormatan yang setinggi-tingginya yang muncul dari kemurnian hati kami.
Semoga lestari alamku, semoga tiada bencana yang menimpa, semoga terjalin Kasih Tuhan dengan manusia dan kasih antara sesama manusia, semoga semua mahluk hidup berbahagia, Om Shanti Shanti Shanti Om.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar