Om Siwa Buddhaya Namah,
Sahabatku yang terkasih, didalam kehidupan
ini selalu ada dualisme yang berbeda,ada gelap ada terang, ada siang ada malam,
ada kalanya kita aktif bergerak, ada kalanya kita istirahat. Siang adalah
waktunya kita beraktifitas, bekerja agar kita menjadi aktif, produktif dan
sehat. Malam adalah waktunya kita beristirahat, agar kita dapat memulihkan
kesegaran tubuh ini. Saat beristirahat tubuh ini menjadi rileks, dan saat
rileks sel-sel tubuh ini diperbaiki secara alamiah sehingga menjadi sehat dan
segar kembali. Apa yang terjadi pada tubuh ini, demikian juga halnya dengan
alam semesta ini. Bumi tempat kita berpijak, sebagaimana diri kita, juga
memerlukan saat-saat istirahat. Tanpa istirahat dia juga akan menjadi lelah dan
tidak seimbang. Ketidak seimbangan alam ini, sebagaimana juga keadaannya diri
kita, akan dapat menimbulkan gejolak dan bencana.
Tentunya kita semua tidak menginginkan hal
ini terjadi, karena setiap gejolak yang tidak seimbang akan menimbulkan
penderitaan bagi umat manusia. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang
memiliki pikiran serta perasaan hendaknya peka terhadap kehendak alam. Alam
sesungguhnya amat mengasihi manusia, menyediakan segala kebutuhan manusia agar
kita dapat hidup dengan nyaman dimuka bumi ini. Tanah, air, udara, sinar
matahari telah disediakan oleh alam untuk kenyamanan hidup kita. Kita wajib
mensyukuri serta menghormati semua karunia ini dengan kasih serta penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Sang Maha Pencipta.
Rasa hormat ini, kita wujudkan dengan
tindakan yang berbudi pekerti luhur, dengan tidak mengeksploitasi alam, merusak
alam guna memenuhi ambisi kita untuk dapat hidup bergelimangan harta, hidup
mewah yang menurut kita adalah utama namun nista dihadapan-Nya. Sesungguhnya
kehidupan yang sederhana, bagaikan seorang bayi yang munggil, merasa nyaman dan
dapat tidur dengan nyenyak setelah minum air susu ibunya, dia tidak banyak
menuntut hal lainnya, karena dia masih lugu, masih alami. Sifat alami ini,
karena mengalami kontak dengan dunia ini, lama kelamaan semakin memudar
digantikan oleh nafsu keinginan.
Sahabatku, marilah kita mencoba untuk kembali
pada kemurnian diri kita, mencoba masuk kedalam dengan mengetuk pintu hati ini.
Tentunya hal ini amat sulit untuk dilakukan apabila kita masih terus bergerak
mengejar keinginan-keinginan. Oleh karena itu cobalah untuk diam sejenak,
biarkan keinginan-keinginan ini terus bergerak, karena bagaikan air sungai, dia
akan terus bergerak secara alami dan akhirnya akan sampai ke muara, yaitu
lautan luas, hingga kita tidak terbelenggu lagi, bebas lepas bagaikan burung
yang terbang diudara. Pikiran ini akan menjadi ringan, nyaman, tanpa beban,
rileks dan damai. Dalam damai kita akan dapat tersenyum bahagia, melihat
keindahan dunia ini, burung-burung yang berkicau merdu, kupu-kupu dengan aneka
warna yang indah, bunga-bunga dengan warna warni yang indah serta
kumbang-kumbang yang menghisap sari madunya, angin yang berhembus menerpa
pepohanan hingga dahan serta ranting-ranting kecil bergerak-gerak seakan-akan menari-nari
menghibur kita bagaikan kelincahan para penari Bali mengikuti irama music tradisional
yang mengiringinya.
Saat ini Hari Nyepi, penari-penari Bali nan lincah
itu sedang beristirahat, tidak ada suara gambelan, tidak terdengar deru
kendaraan serta tidak terlihat asap limbah dari mesin-masin yang mengotori
udara. Saat ini suasana terasa hening, sepi dan damai, alam nampak bersahaja
menikmati saat-saat beristirahat dan terasa bahagia menerima persembahan cinta,
bakti serta penghormatan yang setinggi-tingginya yang muncul dari kemurnian
hati kami.
Semoga lestari alamku, semoga tiada bencana
yang menimpa, semoga terjalin Kasih Tuhan dengan manusia dan kasih antara sesama
manusia, semoga semua mahluk hidup berbahagia, Om Shanti Shanti Shanti Om.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar