Sabtu, 26 April 2014

Pendakian Spiritual




Om Siwa Buddhaya Namah,

Sahabatku yang terkasih, diceritakan seorang kepala keluarga yang bernama Lubdaka, dengan mata pencaharian sebagai seorang pemburu. Setiap hari dia pergi ke hutan dengan peralatan berburu tradisional yang lengkap, seperti panah, tombak, pisau, jerat serta peralatan berburu lainnya untuk menangkap binatang liar yang ditemuinya, seperti babi hutan, kijang, kelinci, rusa serta binatang liar lainnya. Setelah buruannya berhasil ditangkap , lalu disembelihnya untuk makanan dia berserta keluarganya dan sisanya untuk dijual. Demikianlah perkerjaan sehari-hari Lubdaka.
Pada suatu hari ketika dia sedang berburu, nasib sial sedang menimpanya,  walaupun telah lama berburu, tidak satupun binatang buruan yang berhasil dia tangkap. Tanpa disadarinya dia telah berada jauh ditengah hutan dan haripun telah menjelang malam. Ketika hendak pulang dia takut kemalaman ditengah jalan, karena saat malam banyak bahaya binatang buas mengintai dan dia takut menjadi mangsa binatang buas tersebut. Oleh karena itu dia memutuskan untuk bermalam di tengah hutan dengan memanjat sebuah pohon yang tinggi untuk menghindari serangan binatang buas.
Kemudian dia memilih sebuah dahan yang nyaman dan duduk disana sambil menunggu keesokan harinya. Semilir angin yang berhembus ditengah hutan tropis pada malam itu sangat sejuk, diiringi suara jengkrik, belalang, katak serta binatang malam lainnya membuat suasana sangat nyaman dan tanpa terasa kantuk menyerang Lubdaka. Dia takut sampai ketiduran diatas pohon, karena bila tertidur diatas pohon, maka dia bisa terjatuh dan akibatnya dia bisa dimakan binatang buas.
Untuk mengusir rasa kantuk kemudian dia memetik dedaunan yang ada dipohon tersebut satu persatu kemudian daun tersebut dijatuhkan kebawah. Tanpa disadari oleh Lubdaka ternyata dibawah pohon tersebut ada sebuah kolam dan ditengah kolam tersebut terdapat sebuah Siwa Lingga dan Dewa Siwa sedang Beryoga Samadhi disana. Daun-daun yang dijatuhkan oleh Lubdaka ternyata jatuh tepat mengenai Siwa Lingga tersebut sehingga Dewa Siwa merasa senang atas tindakan Lubdaka tersebut. Hal itu merupakan sebuah pemujaan serta pelayanan terhadap Beliau.
Tanpa terasa Lubdaka terus memetik daun tersebut sampai pagi dan setelah gelap malam berganti terang cahaya mentari ditandai dengan suara kokok ayam hutan dan keadaanpun dirasa sudah cukup aman, maka Lubdaka bergegas turun untuk segera pulang kerumah. Sampai dirumah dia disambut gembira oleh keluarganya dan kemudian dia meneceritakan pengalamannya kemarin malam ditengah hutan. Istri dan anak-anaknya merasa senang dan bersyukur karena Lubdaka berhasil selamat sampai dirumah.
Setelah lama peristiwa tersebut, hari-hari telah berlalu, siang dan malam tanpa terasa sudah terlewatkan, dan Lubdaka saat ini sedang terbaring lemah karena sakit parah. Keadaannya sangat kritis, istri dan anak-anaknya menangis sedih karena kadaan ini dan hal inipun diketahui oleh Dewa Siwa karena Beliau Maha Tahu, kemudian mengutus Bala Tentara Surga yaitu Pasukan Gana untuk menjemput arwah Lubdaka karena dia telah berbakti kepada Dewa Siwa. Dipihak lain Dewa Yama juga mengutus pasukan Bala Tentara Neraka yaitu Pasukan Cikrabala untuk menangkap arwah Lubdaka karena dia jahat dan biadab terhadap binatang.
Karena ajal telah tiba maka Lubdakapun menghembuskan nafas terakhir, dan arwahnya pergi meninggalkan badan yang telah usang. Arwahnya kebingungan, kemudian pasukan Cikrabala segera datang menangkap arwah Ludaka, kemudian mengikatnya untuk dibawa ke neraka. Pada saat yang bersamaan datang juga pasukan Gana untuk menjemput Lubdaka. Kemudian terjadi perselisihan diantara mereka untuk memperebutkan arwah Lubdaka dan akhirnya pecah peperangan yang dahsyat antara Pasukan Cikrabala dan Pasukan Gana. Begitu dahsyatnya peperangan tersebut sampai menggoncangkan langit, karena antara Pasukan Cikrabala dan Pasukan Gana sama-sama kuat dan sakti mandraguna. Namun lama-kelamaan nampak Pasukan Gana lebih unggul hingga Pasukan Cikrabala terdesak dan akhirnya lari tunggang langgang.  Karena kemenangan itu, maka Pasukan Gana berhasil membebaskan serta membawa arwah Lubdaka menuju surga. Akhirnya arwah Lubdaka menikmati kebahagiaan di alam Surga atas Karunia Dewa Siwa.
Demikianlah sahabatku sekilas cerita tentang Lubdaka, semoga semua mahluk hidup berbahagia, Om Shanti Shanti Shanti Om.

Senin, 14 April 2014

Diam






Om Siwa Buddhaya Namah,

Sahabatku yang terkasih, didalam kehidupan ini selalu ada dualisme yang berbeda,ada gelap ada terang, ada siang ada malam, ada kalanya kita aktif bergerak, ada kalanya kita istirahat. Siang adalah waktunya kita beraktifitas, bekerja agar kita menjadi aktif, produktif dan sehat. Malam adalah waktunya kita beristirahat, agar kita dapat memulihkan kesegaran tubuh ini. Saat beristirahat tubuh ini menjadi rileks, dan saat rileks sel-sel tubuh ini diperbaiki secara alamiah sehingga menjadi sehat dan segar kembali. Apa yang terjadi pada tubuh ini, demikian juga halnya dengan alam semesta ini. Bumi tempat kita berpijak, sebagaimana diri kita, juga memerlukan saat-saat istirahat. Tanpa istirahat dia juga akan menjadi lelah dan tidak seimbang. Ketidak seimbangan alam ini, sebagaimana juga keadaannya diri kita, akan dapat menimbulkan gejolak dan bencana.
Tentunya kita semua tidak menginginkan hal ini terjadi, karena setiap gejolak yang tidak seimbang akan menimbulkan penderitaan bagi umat manusia. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki pikiran serta perasaan hendaknya peka terhadap kehendak alam. Alam sesungguhnya amat mengasihi manusia, menyediakan segala kebutuhan manusia agar kita dapat hidup dengan nyaman dimuka bumi ini. Tanah, air, udara, sinar matahari telah disediakan oleh alam untuk kenyamanan hidup kita. Kita wajib mensyukuri serta menghormati semua karunia ini dengan kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Sang Maha Pencipta.
Rasa hormat ini, kita wujudkan dengan tindakan yang berbudi pekerti luhur, dengan tidak mengeksploitasi alam, merusak alam guna memenuhi ambisi kita untuk dapat hidup bergelimangan harta, hidup mewah yang menurut kita adalah utama namun nista dihadapan-Nya. Sesungguhnya kehidupan yang sederhana, bagaikan seorang bayi yang munggil, merasa nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak setelah minum air susu ibunya, dia tidak banyak menuntut hal lainnya, karena dia masih lugu, masih alami. Sifat alami ini, karena mengalami kontak dengan dunia ini, lama kelamaan semakin memudar digantikan oleh nafsu keinginan.
Sahabatku, marilah kita mencoba untuk kembali pada kemurnian diri kita, mencoba masuk kedalam dengan mengetuk pintu hati ini. Tentunya hal ini amat sulit untuk dilakukan apabila kita masih terus bergerak mengejar keinginan-keinginan. Oleh karena itu cobalah untuk diam sejenak, biarkan keinginan-keinginan ini terus bergerak, karena bagaikan air sungai, dia akan terus bergerak secara alami dan akhirnya akan sampai ke muara, yaitu lautan luas, hingga kita tidak terbelenggu lagi, bebas lepas bagaikan burung yang terbang diudara. Pikiran ini akan menjadi ringan, nyaman, tanpa beban, rileks dan damai. Dalam damai kita akan dapat tersenyum bahagia, melihat keindahan dunia ini, burung-burung yang berkicau merdu, kupu-kupu dengan aneka warna yang indah, bunga-bunga dengan warna warni yang indah serta kumbang-kumbang yang menghisap sari madunya, angin yang berhembus menerpa pepohanan hingga dahan serta ranting-ranting kecil bergerak-gerak seakan-akan menari-nari menghibur kita bagaikan kelincahan para penari Bali mengikuti irama music tradisional yang mengiringinya.
Saat ini Hari Nyepi, penari-penari Bali nan lincah itu sedang beristirahat, tidak ada suara gambelan, tidak terdengar deru kendaraan serta tidak terlihat asap limbah dari mesin-masin yang mengotori udara. Saat ini suasana terasa hening, sepi dan damai, alam nampak bersahaja menikmati saat-saat beristirahat dan terasa bahagia menerima persembahan cinta, bakti serta penghormatan yang setinggi-tingginya yang muncul dari kemurnian hati kami.
Semoga lestari alamku, semoga tiada bencana yang menimpa, semoga terjalin Kasih Tuhan dengan manusia dan kasih antara sesama manusia, semoga semua mahluk hidup berbahagia, Om Shanti Shanti Shanti Om.